HALLOUP.COM – Majelis hakim Mahkamah Konstitusi menyatakan menolak permohonan gugatan Undang-Undang tentang Pemilihan Umum (Pemilu).
Sehingga sistem pemilu proporsional terbuka tetap berlaku.
“Menolak permohonan para Pemohon untuk seluruhnya,” ucap Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Anwar Usman.
Anwar Usman membacakan putusan di gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jakarta Pusat, Kamis, 15 Juni 2023.
Baca Juga:
Tanggapi Putusan MK, Prabowo Subianto: Terima Kasih kepada Masyarakat dan Fokus Hadapi Masa Depan
PDI Perjuangan Beri Tanggapan Soal Pemanggilan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri di MK
Dalam persidangan perkara nomor 114/PUU-XX/2022, Hakim Konstitusi Saldi Isra mengatakan bahwa para Pemohon mendalilkan penyelenggaraan pemilihan umum yang menggunakan sistem proporsional dengan daftar terbuka telah mendistorsi peran partai politik.
“Dalil tersebut hendak menegaskan sejak penyelenggaraan Pemilihan Umum 2009 sampai dengan 2019 partai politik seperti kehilangan peran sentral-nya dalam kehidupan berdemokrasi,” ujar Saldi Isra.
Menurut Mahkamah, tuturnya melanjutkan, sesuai dengan ketentuan Pasal 22E ayat (3) UUD 1945 yang menempatkan partai politik sebagai peserta pemilihan umum anggota DPR/DPRD, dalam batas penalaran yang wajar, dalil para Pemohon adalah sesuatu yang berlebihan.
“Karena, sampai sejauh ini, partai politik masih dan tetap memiliki peran sentral yang memiliki otoritas penuh dalam proses seleksi dan penentuan bakal calon,” ujar Saldi Isra.
Baca Juga:
Prabowo Subianto Sebut Partai Golkar Berperan Penting pada Saat Kampanye Berlangsung
Prabowo Subianto Diberi Lukisan Tangan oleh SBY Saat Hadir Silaturahmi dan Bukber Partai Demokrat
Partai Gerindra Ungkap Peranan Presiden Jokowi dalam Pengisian Kabinet Pemerintahan Prabowo – Gibran
Terkait dengan kekhawatiran calon anggota DPR/DPRD yang tidak sesuai dengan ideologi partai, Saldi Isra menjelaskan bahwa partai politik memiliki peran sentral dalam memilih calon yang dipandang dapat mewakili kepentingan, ideologi, rencana, dan program kerja partai politik yang bersangkutan.
Di sisi lain, mengenai peluang terjadinya politik uang dalam sistem proporsional terbuka, Saldi Isra mengatakan bahwa pilihan terhadap sistem pemilihan umum apa pun sama-sama berpotensi terjadinya praktik politik uang.
“Misalnya, dalam sistem proporsional dengan daftar tertutup, praktik politik uang sangat mungkin terjadi di antara elit partai politik dengan para calon anggota legislatif yang berupaya dengan segala cara untuk berebut “nomor urut calon jadi” agar peluang atas keterpilihan-nya semakin besar,” kata Saldi Isra.
Oleh karena itu, menurut Saldi Isra, praktik politik uang tidak dapat dijadikan dasar untuk mengarahkan tudingan disebabkan oleh sistem pemilihan umum tertentu.
Baca Juga:
Ganjar Pranowo Pilih Berada di Luar Pemerintahan Prabowo – Gibran, Jaga Mekanisme Check and Balance
Portal berita ini menerima konten video dengan durasi maksimal 30 detik (ukuran dan format video untuk plaftform Youtube atau Dailymotion) dengan teks narasi maksimal 15 paragraf. Kirim lewat WA Center: 085315557788.
Prabowo Subianto Terima Ucapan Selamat dari Presiden Tiongkok Xi Jinping, Sebagai Presiden Terpilih
Berikan Selamat ke Prabowo Subianto, Kanselir Jerman Olaf Scholz Ajak Atasi Krisis Iklim Bersama
Saldi Isra menegaskan bahwa dalil-dalil Para Pemohon, seperti distorsi peran partai politik, politik uang, tindak pidana korupsi, hingga keterwakilan perempuan tidak semata-mata disebabkan oleh pilihan sistem pemilihan umum.
“Karena, dalam setiap sistem pemilihan umum terdapat kekurangan yang dapat diperbaiki dan disempurnakan tanpa mengubah sistemnya,” kata Saldi Isra.
Menurut Mahkamah, tutur Saldi Isra, perbaikan dan penyempurnaan dalam pemilihan umum dapat dilakukan dalam berbagai aspek.
Mulai dari sistem kepartaian, budaya politik, kesadaran dan perilaku pemilih, hak dan kebebasan berekspresi, serta mengemukakan pendapat, kemajemukan ideologi, kaderisasi dalam tubuh partai politik, hingga kepentingan dan aspirasi masyarakat yang direpresentasikan oleh partai politik.
“Maka dalil-dalil para Pemohon yang pada intinya menyatakan sistem proporsional dengan daftar terbuka sebagaimana ditentukan dalam norma Pasal 168 ayat (2) UU 712017 bertentangan dengan UUD 1945 adalah tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya,” ujar Saldi Isra.
Persidangan ini hanya dihadiri oleh delapan orang hakim konstitusi.
Juru Bicara Mahkamah Konstitusi Fajar Laksono mengatakan Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams sedang menjalani tugas MK ke luar negeri.***